Didalam industri manufaktur tidak akan lepas dengan satu bidang ilmu teknik yang berhubungan dengan material. Secara umum material teknik diklasifikasikan menjadi 2 golongan yakni :
1. Metal (logam)
2. Non Metal (bukan logam)
Metal (logam)
Jika ditinjau dari sudut pandang susunan unsur dasar, metal (logam) dibagi menjadi 2, yakni :
1.1 Logam murni (hanya terdiri satu jenis atom saja), contoh : besi (Fe) murni, tembaga (Cu) murni
1.2 Logam paduan atau metal alloy (terdiri dari dua atau lebih jenis atom)
Logam paduan dibedakan menjadi 3 jenis :
a. Larut padat interstisi (menyisip), yaitu : suatu paduan yang terjadi bila atom yang larut mempunyai diameter yang jauh lebih kecil daripada yang dilaruti, contoh : Pada baja Carbon yang mengalami Nitriding dimana atom Fe (yang dilaruti) mempunyai diameter atom lebih besar bila dibandingkan dengan atom N (yang larut) dengan diameter lebih kecil sehingga menyisip diantara atom Fe.
b. Larut Padat Subtitusi (menggantikan posisi yang dilaruti), yaitu : suatu paduan yang terjadi terutama bila diameter atom yang larut hampir sama dengan diameter atom yang dilaruti, contoh : Pada paduan alumunium (diameter atom Al dan diameter atom Cu hampir sama), pada stainless steel (diameter atom Fe dan diameter atom Cr hampir sama), dll.
c. Senyawa, yaitu : suatu paduan yang terjadi karena adanya ikatan atom yang sangat kuat, contoh : NaCl (Senyawa garam).
Metal juga dapat diklasifikasikan menjadi jenis, yakni :
a. Ferrous (besi)
b. Non Ferrous (bukan besi), contoh : Al dan paduannya, Ni dan paduannya, dll.
Ferrous (besi)
1. Wrought Iron (besi tempa)
Fasa besi tempa berupa ferit (alpha), didalamnya terdapat sisa terak yang masih terperangkap. Terak tersebut banyak mengandung silikat (silikon oksida), bentuknya menyerupai fiber (cukup kuat). Sifat dari besi tempa ini Ulet dan cukup kuat. Contoh komposisi dari besi tempa :
- Carbon : 0.06%
- Mangaan : 0.045%
- Silicon : 0.101%
- Phospor : 0.068%
- Sulfur (belerang) : 0.009%
- Terak (dalan berat) : 1.97%
Besi tempa digunakan pada bangunan kereta api, bangunan kapal laut, industri minyak, tujuan arsitektur, perlengkapan pertanian, dll. Umumnya, pembuatan dari besi tempa ini menggunakan dapur puddle (dapur aduk)
2. Steel (Baja)
Baja (Steel) digolongkan menjadi 2, yakni :
2.1 Carbon steel (baja karbon)
Baja karbon dapat digolongkan menjadi 3 macam, yakni :
-Baja karbon rendah [Kadar Carbon antara 0,1% hingga 0,20%]
-Baja Karbon sedang [Kadar Carbon antara 0,25% hingga 0,55%]
-Baja Karbon tinggi [Kadar Carbon antara 0,55% hingga 1,75%]
Pembagian baja karbon yang lain yakni : baja hipoeutektoid [Kadar Carbon Kurang dari 0,8%], baja eutektoid [Kadar Carbon 0,8%] dan baja hipereutektoid [Kadar Carbon lebih dari 0,8%]. Fasa-fasa padat yang ada didalam baja :
a. Ferit (alpha) : merupakan sel satuan (susunan atom-atom yang paling kecil dan teratur) berupa Body Centered Cubic (BCC=kubus pusat badan), Ferit ini mempunyai sifat : magnetis, agak ulet, agak kuat, dll.
b. Autenit : merupakan sel satuan yang berupa Face Centered Cubic (FCC =kubus pusat muka), Austenit ini mempunyai sifat : Non magnetis, ulet, dll.
c. Sementid (besi karbida) : merupakan sel satuan yang berupa orthorombik, Semented ini mempunyai sifat : keras dan getas.
d. Perlit : merupakan campuran fasa ferit dan sementid sehingga mempunyai sifat Kuat.
e. Delta : merupakan sel satuan yang berupa Body Centered Cubic (BCC=kubus pusat badan).
2.2 Alloy steel (baja paduan)
Sebenarnya perbedaan mendasar dari baja karbon dengan baja paduan terletak pada dominasi atas unsur dalam suatu baja. Jika yang mendominasi sifat fisik dan mekanik adalah prosentase atau kadar karbon maka dapat disebut sebagai baja karbon sedang bila yang mendominasi sifat fisik dan mekanik adalah paduan (selain unsur karbon) maka dapat disebut sebagai baja paduan. Baja paduan dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Baja paduan rendah, yaitu : bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8%, misalnya : suatu baja terdiri atas 1,35%C; 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S; 0,75%Cr; 4,5%W [Dalam hal ini 6,06%<8%]>
b. Baja paduan tinggi, yaitu : bila jumlah unsur tambahan selain karban lebih dari atau sama dengan 8%, misalnya : baja HSS (High Speed Steel) atau SKH 53 (JIS) atau M3-1 (AISI) mempunyai kandungan unsur : 1,25%C; 4,5%Cr; 6,2%Mo; 6,7%W; 3,3%V.
Tujuan utama dari penambahan unsur paduan sebenarnya untuk memperbaiki sifat-sifatnya seperti : kekuatan tarik, kekuatan impak, ketahanan korosi, ketahanan panas, dll.
Pada baja HSS (contoh diatas) mempunyai sifat keras, ulet, tahan temperatur tinggi, dll.
2.3 Cast iron (besi cor)
Umumnya besi cor akan mengandung unsur Fe dan C [3,5% - 4,3%]. Besi cor, diklasifikasikan menjadi :
a. Besi cor putih (white cast iron) Besi cor putih mempunyai fasa sementid+perlit sehingga mempunyai sifat keras dan getas.
b. Besi cor kelabu (grey cast iron) Unsur penyusun dari besi cor kelabu yakni : Fe + C + Silikon (Si). Adanya penambahan unsur Si (Silikon) bertujuan untuk mengurai Sementid menjadi Fe (ferit atau perlit) dan C (grafit). Bentuk grafitnya berupa serpih sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa fasa besi cor kelabu berupa ferit/perlit + grafit serpih dengan sifat : agak getas yang dikarenakan ujung-ujung grafit berbentuk serpih tajam, akibatnya konsentrasi tegangan tinggi sehingga mudah patah. Contoh penggunaan besi cor kelabu pada konstruksi mesin jahit, blok mesin, lampu hias, mesin bubut, pagar, dll. Keistimawaan besi cor kelabu terhadap baja yakni : mampu meredam getaran.
c. Besi cor bergrafit bulat (ductile cast iron atau noduler cast iron) Unsur penyusun dari besi cor bergrafit bulat yakni : Fe + C + Si + Mg / Ce. Penambahan Mg atau Ce bertujuan untuk “melunakan” grafit menjadi bulat sehingga konsentrasi tegangan sedikit sekali (besi cor bersifat ulet). Contoh penggunaan besi cor bergrafir bulat pada kontruksi penjepit rel kereta api, batang torak kompresor, dll.
d. Besi cor mampu tempa (malleable cast iron) Untuk membuat besi cor mampu tempa dapat dibuat dengan memanaskan besi cor putih hingga mencapai suhu 700 Derajat Celcius selama 30 Jam. Hal ini bertujuan agar sementid terturai menjadi Fe (ferit) dan C (grafit). Grafit yang dihasilkan berbentuk pipih. Contoh penggunaan besi cor mampu tempa pada spare part yang berukuran kecil-kecil.
Non Metal
Dikategorikan menjadi 3 jenis yakni : Polimer, Komposit dan keramik. Keramik merupakan senyawa-senyawa dari karbida dan oksida logam atau oksida metaloid (Si). Perbedaan logam dengan polimer yakni bahwa logam mempunyai butir-butir (kristal-kristal) sedang polimer terdiri dari mer-mer (molekul-molekul) yang berikatan satu dengan lainnya. Butir (kristal) adalah kumpulan atom-atom yang mempunyai orientasi atau arah yang sama.
Selengkapnya...
Kamis, 07 Januari 2010
Pengetahuan Material Teknik Dasar
Pengetahuan Bahan Teknik (Dasar)
Kekuatan bahan dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang kekuatan suatu konstruksi, baik mesin (Teknik Mesin) maupun maupun gedung dan bangunan (Teknik Sipil). Suatu konstruksi dapat dikategorikan bagus dan dapat dipertanggung jawabkan (accountable) apabila telah dihitung berdasarkan ilmu kekuatan bahan secara benar.
Dalam ilmu kekuatan bahan akan dipelajari tentang banyak hal misalnya : jenis pembebanan yang diberikan, gaya-gaya yang bekerja didalamnya, tegangan-tegangan yang terjadi, jenis bahan dan kasus pembebanan yang diberikan sampai menentukan tegangan yang diizinkan sehingga seorang Engineer dapat menentukan jenis bahan, dimensi dan mengontrol kekuatan suatu konstruksi mekanik sesuai dengan fungsi dari ilmu kekuatan bahan itu sendiri.
Secara garis besar fungsi dari ilmu kekuatan bahan yakni :
1. Menentukan dimensi yang proporsional (Apabila beban dan bahan diketahui atau ditentukan).
2. Menentukan beban maksimum (Apabila dimensi dan bahan diketahui atau ditentukan).
3. Menentukan bahan yang sesuai atau cocok (Apabila beban dan dimensi diketahui).
4. Mengontrol kekuatan bahan (Apabila beban, dimensi dan bahan diketahui) dengan melakukan comparisson study antara tegangan yang terjadi dengan tegangan yang diizinkan.1.
I. Gaya Dalam
Gaya Dalam ialah gaya yang terjadi didalam suatu elemen konstruksi (batang) sebagai akibat adanya pengaruh gaya dari luar. Gaya dalam diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yakni :
a. Gaya normal (gaya aksial) yakni gaya dalam yang bekerja tegak lurus terhadap penampang potong atau sejajar dengan sumbu batang.
b. Gaya tangensial (gaya melintang) yakni gaya dalam yang bekerja sejajar dengan penampang potong atau tegaklurus terhadap sumbu batang.
II. Pembebanan
Jika ditinjau dari arahnya (beban) dan akibatnya terhadap komponen yang menahannya, pembebanan dikategorikan menjadi 5 jenis, yaitu :
a. Pembebanan Tarik yakni apabila gaya yang bekerja sejajar dengan garis sumbu atau tegak lurus terhadap penampang potong berorientasi kerja keluar (menjauh) sehingga mengakibatkan batang atau elemen konstruksi mengalami perpanjangan.
b. Pembebanan Tekan yakni apabila gaya yang bekerja sejajar dengan garis sumbu atau tegak lurus terhadap penampang potong berorientasi kerja kedalam (menuju) sehingga mengakibatkan batang atau elemen konstruksi mengalami perpendekan.
c. Pembebanan Bengkok yakni apabila gaya yang bekerja dengan jarak tertentu terhadap penampang potong yang mengakibatkan momen bending pada batang atau elemen konstruksi tersebut.
d. Pembebanan Geser yakni apabila gaya yang bekerja sejajar dengan penampang potong atau tegak lurus terhadap garis sumbu yang mengakibatkan elemen kontruksi (batang) mengalami pergeseran.
e. Pembebanan puntir yakni apabila gaya yang bekerja sejajar penampang potong dengan jarak radius tertentu terhadap sumbu batang (garis sumbu) yang mengakibatkan momen puntir .
III. Tegangan
Apabila suatu gaya dalam ditahan oleh penampang batang maka didalam penampang batang tersebut akan mengalami adanya tegangan. Tegangan ialah besarnya gaya yang diberikan per satuan luas penampang. Ditinjau dari arah gaya dalam yang terjadi, tegangan diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Tegangan Normal yakni tegangan yang terjadi karena pengaruh dari Gaya Normal
b. Tegangan Tengansial yakni tegangan yang terjadi karena pengaruh Gaya Tangensial
Sedangkan menurut jenis pembebanan yang diberikan, tegangan diklasifikasikan menjadi :
1. Tegangan Tarik
2. Tegangan Geser
3. Tegangan Tekan
4. Tegangan Puntir
5. Tegangan Bengkok
Apabila didalam satu penampang terjadi lebih dari satu jenis tegangan dengan waktu yang bersamaan, dalam hal ini terjadi Tegangan Gabungan yang didefinisikan sebagai penjumlahan dari kuadrat Tegangan (Normal) dengan hasil kuadrat atas konversi tegangan - Tegangan (Tangensial) yang dikalikan tiga. Kemudian hasil penjumlahan tersebut di Akar kuadratkan sehingga akan diperoleh nilai Tegangan Gabungan. Besarnya konversi tegangan tergantung dari jenis dan kasus pembebanan.
Selengkapnya...
Mengenal Metode Pengujian Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering).
Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Brinnel (HB / BHN)
2. Rockwell (HR / RHN)
3. Vikers (HV / VHN)
4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :
a. Permukaan material
b. Jenis dan dimensi material
c. Jenis data yang diinginkan
d. Ketersedian alat uji
1. Brinnel
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5 mm, beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.
2. Vickers
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama dengan 1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30 detik.
3. Rockwell
Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :
a. HRa (Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Selengkapnya...
Pengujian Kekerasan Logam
Kekerasan HB (Brinell) di hitung dari perbandingan antara gaya penekanan ( F ) dan luas segmen desakan bola ( A ). Perhitungan ini sangat menjengkelkan oleh karena itu dalam prakteknya HB dicari dalam tabel. Diameter bola penekan yang dipakai biasanya 10 mm, dengan lama penekanan untuk logam dengan kekokohan tinggi selama 15 detik. Biasanya besar gaya penekanan untuk pengujian logam sebesar 100 N.
HB = Nilai kekerasan menurut Brinell
F = Gaya desakan Bola penekan ( N)
A = Luas dari luang bekas penekan bola ( mm2 )
Kerugian dari metoda Brinell :
· Tidak mungkin untuk mengukur bahan yang keras, hanya mampu mengukur efektif kekerasan bahan hingga 4300 HB
· Tidak bisa digunakan untuk mengukur kekerasan bahan yang kecil
Keuntungan metoda Brinell :
Dengan bekas tekanan yang besar kekerasan rata-rata dari bahan yang tidak homogen dapat ditentukan, seperti besi tuang.
1. Pengukuran Kekerasan Metoda Vickers ( VHN atau HV )
Pada pengukuran kekerasan menurut vickers suatu benda penekan intan, dengan bentuk piramida lurus dengan alas bujur sangkar dan dengan sudut puncak 136 o, ditekan kedalam kedalam bahan dengan gaya F tertentu selama waktu tertentu. Kekerasan vickers dapat diperoleh dengan membagi gaya penekan dengan luas bekas tekanan pada permukaan bahan.
Untuk mengukur baja biasanya digunakan gaya 1000 N, dengan waktu pembebanan selama 15 detik.
Dimana :
VHN = nilai kekerasan Vickers
F = gaya penekan, dalam satuan Newton
A = luas dari bekas desakan pada permukaan bahan, dalam satuan mm2
Keuntungan pengukuran kekerasan menurut Vickers :
· Dengan benda penekan yang sama kekerasan dapat dtentukan tidak saja untuk bahan lunak akan tetapi juga untuk bahan keras
· Dengan bekas tekanan yang kecil bahan percobaan dirusak lebih sedikit
· Hasil pengukuran kekerasan lebih teliti
· Kekerasan benda kerja yang tipis dapat diukur dengan memilih gaya yang kecil
Kerugian pengukuran kekerasan menurut Vickers :
· Dengan bekas tekanan yang kecil kekerasan rata-rata bahan yang tidak homogen tidak dapat ditentukan, misalnya besi tuang
· Penentuan kekerasan membutuhkan banyak waktu
Kekerasan menurut Van Vliet dan W. Both,1984 adalah tahanan yang yang dilakukan oleh bahan terhadap desakan kedalam yang tetap, disebabkan oleh sebuah alat pendesak dengan bentuk tertentu dibawah pengaruh gaya tertentu.
Pengujian Kekerasan menurut Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1995 adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenal spesifikasi.
Pengukuran kekerasan dapat dilakukan dengan dua metoda yang umum digunakan sebagai berikut :
2. Pengukuran Kekerasan Metoda Brinell
Sebuah peluru baja yang dikeraskan ditekankan pada permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu. Benda uji itu harus didukung secara merata oleh bidang pendukung yang cukup tebal, sebab kalau tidak demikian kekerasan bidang pendukung itu ikut terukur.
Selengkapnya...